February 07, 2012

Teknologi Kompos oleh Dardjat Kardin


1.  Humus Sebagai Teladan Sumber Bahan Organik 

Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan khewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman.
Batasan pengertian mengenai humus ini bisa saja berbeda sesuai dengan tingkat penelitian dan kecermatan pengamatan dari pembuat batasan pengertian itu sendiri.
Sementara itu ada juga yang memberikan batasan pengertian lain yaitu humus adalah bahan organik yang terdiri dari bahan organik bukan humus dan bahan-bahan humus yang dibagi lagi menjadi Humin, Fulfic Acid dan Asam Humus.

Hal terpenting dari proses pembentukan humus ini adalah bahwa dalam proses pembentukannya, ada kaitan yang sangat erat antara unsur Carbon (C) dan Nitrogen (N).
Pokok permasalahannya justru terletak pada kenyataan bahwa dalam proses dekomposisi bahan organik oleh jasad-jasad mikro, disamping karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba, ternyata juga dibutuhkan N dan P.  Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir menjadi bahan tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi protein mikroba.
Perbandingan dari C/N humus dapat diperhitungkan dari berbagai senyawa yang menyusun humus.  Humus tanah rata-rata mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Bahan
Komposisi
Kandungan C
Lignin
45%
28.80%
Protein
35%
17.50%
Karbohidrat
11%
4.84%
Lemak, Damar dan Lilin
3%
2.10%
Tidak diketahui
6%
3.00%
TOTAL
100%
56.24%
Total kandungan karbon dalam humus adalah 56.24 persen. Sementara itu Kadar N dalam protein adalah 16 persen, sedangkan humus mengandung 35 persen protein, jadi kadar N dalam humus adalah 35 x 0.16 = 5.6 persen.

Oleh karena itu hasil bagi C/N rata-rata adalah 56.24 / 5.6 =  10.04 persen. Hubungan C dan N ini di dalam humus berada dalam keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 sampai 12.
Oleh karena itulah nilai C/N ratio 10 - 12 ini dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos. Dari hasil penelitian dan uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk mendapatkan C/N ratio 10 – 12,  maka diperlukan campuran bahan baku dengan C/N ratio 30.
Permasalahannya adalah bagaimana membuat formula agar dengan mencampurkan berbagai jenis bahan-bahan baku kompos sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai C/N ratio bahan baku dengan 30. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhitungkan untuk memperoleh C/N ratio bahan baku sebesar 30 tersebut.

2. Teknologi Kompos 
Pembuatan kompos adalah murni sebagai usaha petani untuk memberikan nutrisi bagi tanaman secara stabil dengan memanfaatkan limbah.  Limbah tersebut dapat berupa limbah ternak, limbah pertanian ataupun limbah-limbah lainnya agar dapat dimanfaatkan di lahan-lahan pertanian. 
Untuk memanfaatkan limbah bukan berarti tidak memiliki masalah. Sebagai contoh limbah kotoran sapi. Kotoran sapi memiliki kandungan air yang sangat besar, dapat mencapai 60 – 85 persen. Kandungan air yang tinggi ini dapat memperberat kerja pengolahannya.
Disamping itu limbah sapi memiliki C/N ratio yang relatif rendah untuk dapat menghasilkan kompos yang baik.
Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah ini masih sulit dilakukan, tetapi sekarang dengan semakin diketahuinya pengetahuan tentang perbandingan bahan baku dan pengaturan kelembaban untuk pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur keseimbangan C/N. 
Jadi pemanfaatan dan penggabungan bahan-bahan tadi yang emmiliki C/N ratio tinggi sekaligus juga dapat menaikkan C/N ratio bahan baku kompos.  Limbah-limbah ternak merupakan bahan organik yang menarik untuk dijadikan kompos bagi usaha pertanian bunga dan sayuran. Di New York, Amerika Serikat, telah banyak petani yang memanfaatkan kotoran kuda, kotoran ayam, kotoran sapi, untuk dijadikan kompos secara komersial.  Di Amerika Serikat sudah sejak tahun 1992 pemerintahnya menetapkan program budidaya organik secara Nasional, kemudian 2 (dua) tahun kemudian  sudah terdapat 2.000.000 (dua juta) titik yang memproses kompos.
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
  • Kompos yang diproses secara alami, dan
  • Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia.
Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting/ pengomposan berjalan dengan sendirinya.  Kompos yang dibuat secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih.
Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan (pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia. 
Proses pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia biasanya dibantu dengan penambahan aktivator pengurai bahan baku kompos.  Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk, tetapi yang paling penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan merk aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator tersebut, berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada pengaruh dari unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh-tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme yang ada di dalam tanah atau dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos seperti apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat seperti sudah disinggung diatas adalah untuk mendapatkan hasil akhir kompos jadi yang memiliki standar kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N ratio antara 10 – 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan manusia dan menggunakan bahan aktivator adalah proses pembuatan kompos dapat dipercepat menjadi 2 –  4 minggu.
3. Metoda Pembuatan Kompos 
Terdapat beberapa metoda pembuatan kompos yang umum dilakukan, yaitu :
  • Wind Row sistem
  • Aerated Static Pile
  • In Vessel
Ketiga sistim ini telah banyak dioperasionalkan  secara luas.  Dari ke tiga sistim ini mana yang dapat menghasilkan kompos yang terbaik tidaklah penting, karena masing-masing sistim mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sistim Windrow
Windrow sistim adalah proses pembuatan kompos yang  paling sederhana dan paling murah.  Bahan baku kompos ditumpuk memanjang , tinggi tumpukan 0.6 sampai 1 meter, lebar 2-5 meter.  Sementara itu panjangnya dapat mencapai 40 – 50 meter.
Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan  sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, kelembaban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian tengah tumpukan bahan baku.
Idealnya adalah pada tumpukan bahan baku ini harus dapat melepaskan panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan  sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Windrow sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah berhasil dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll.  Untuk mengatur temperatur, kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik  Inilah secara prinsip yang membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain. 
Kelemahan dari sistim Windrow ini adalah memerlukan areal lahan yang cukup luas.
Sistim Aerated Static Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih maju adalah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara.  Udara ditekan memakai  blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan bahan baku yang sedang diproses dapat lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, aliran oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun aliran oksigen ditambah. 
Karena tidak ada proses pembalikan, maka bahan baku kompos harus dibuat sedemikian rupa homogen sejak awal.  Dalam pencampuran harus terdapat rongga udara yang cukup.  Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan panjang harus dipotong-potong mencapai ukuran 4 – 10 cm.
Sistim In Vessel
Sistim yang ke tiga adalah sistim In Vessel Composting. Dalam sistim ini dapat mempergunakan kontainer berupa apa saja, dapat silo atau parit memanjang.  Karena sistim ini dibatasi oleh struktur kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi pengaruh bau yang tidak sedap seperti bau sampah kota.
Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan udara sama seperti sistimAerated Static Pile. Sistim ini memiliki pintu pemasukan bahan kompos dan pintu pengeluaran kompos jadi yang berbeda.
4. Kunci Proses Pembuatan Kompos
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam proses pembuatan kompos, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Memperoleh Campuran Bahan Baku Yang Benar
Salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan proses pembuatan kompos adalah bagaimana memperoleh kombinasi campuran bahan baku sedemikian rupa sehingga memperoleh hasil akhir berupa kompos yang memiliki perbandingan C dan N = 10 s/d 12.  Dari hasil penelitian, telah diketahui bahwa terdapat 2 (dua) parameter penting dalam menentukan pemilihan bahan baku, yaitu:
  • Faktor kelembaban Bahan Baku
  • Faktor C / N ratio bahan baku
Faktor Kelembaban Bahan Baku
Kelembaban atau kandungan air sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme. Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup apabila kekurangan air. Apabila kelembaban dibawah 40%, proses dekomposisi bahan organik akan melambat. Apabila kelembaban dibawah 30 persen, proses dekomposisi praktis akan terhenti. Akan tetapi, apabila kelembaban > 60 persen, maka yang terjadi adalah keadaan anaerob (tanpa oksigen), yang akan menyebabkan timbulnya aroma tidak sedap (masam).  Umumnya proses komposting menghendaki kelembaban ideal antara  50 – 60 persen.  Keadaan ini merupakan keadaan ideal untuk memulai proses pengomposan.
Faktor C/N ratio Bahan Baku
Dari sekian banyak unsur yang diperlukan oleh mikroorganisme yang medekomposisi bahan organik, Carbon dan Nitrogen adalah unsur yang paling penting dan menjadi faktor pembatas (disamping phospat).  Carbon adalah sumber energi dan merupakan 50 persen dari bagian massa sel microba. Nitrogen merupakan komponen paling penting sebagai penyusun protein dan bakteri disusun oleh tidak kurang dari 50% dari biomasanya adalah protein. Jadi bacteri sangat memerlukan Nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah Nitrogen terlalu sedikit, maka populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan menyebabkan masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan anaerobik. Dalam keadaan seperti ini sebagian dari Nitrogen akan berubah menjadi gas amoniak yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena menyebabkan Nitrogen yang kita perlukan akan hilang. 
Jadi harus hati-hati dalam menangani bahan baku kompos, terutama bahan baku yang banyak mengandung Nitrogen (biasa disebut bahan hijauan, seperti potongan rumput), terutama dalam mengatur proses suplai oksigennya. Sebaiknya bahan bahan seperti ini diatur pencampurannya dengan bahan-bahan yang mengandung C (biasa disebut bahan coklatan tinggi, seperti limbah serutan kayu). 
Pencampuran bahan baku yang mengandung C dan N sebesar 30 : 1 (berdasarkan berat), membuat keadaan kandungan unsur-unsur penyusun proses pembuatan kompos seimbang. Oleh kerena itu untuk mendapatkan hasil akhir kompos yang mencapai perbandingan C/N ratio 10 s/d 12, dan mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi, maka aturlah kelembaban bahan baku 50 – 60 persen dan buatlah campuran bahan baku sedemikian rupa sehingga bahan baku kompos mempunyai nilai C berbanding N adalah 30 berbanding 1.
Menghitung campuran bahan baku kompos agar memiliki C/N ratio 30 : 1, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:


5. Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh kompos yang memiliki standar tertentu.  
Setelah standar campuran bahan baku kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap:
  1. Temperatur
  2. Kelembaban
  3. Odor atau Aroma, dan
  4. pH
Pengamatan Temperatur
Temperatur adalah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos.  Apakah panasnya naik ?  Sampai temperatur berapa panas yang dapat dicapai ?  Dalam berapa lama panas tersebut dapat dicapai ?  Berapa lama panas tersebut dapat berlangsung ?  Apa arti dari keadaan-keadaan tersebut ? Campuran bahan-bahan seperti apa yang dapat mempengaruhi profil temperatur ?
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan  proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik.  Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja,  disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan.  Sebagai ilustrasi,  jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon  dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme.  Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang  dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos.  Tunggu sampai beberapa saat sampai temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di  tempat yang berbeda.   Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk pada berbagai kedalaman dari tumpukkan kompos.  Kompos dapat memiliki kantong-kantong  yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang dingin.  Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban) dan komposisi kimia bahan baku kompos.  Maka akan diperoleh peta gradient temperatur.  Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan dengan bertambahnya waktu, maka dapat dijelaskan:
  1. Sudah berapa jauh proses dekomposisi berjalan
  2. Seberapa baik komposisi campuran bahan baku tersebut
  3. Seberapa rata campuran tersebut dan  dibagian mana campuran tidak rata
  4. Dibagian mana sirkulasi udara berjalan normal dan dibagian mana kurang normal.
Dari informasi  diatas, maka dapat diambil keputusan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil akhir dan memperoleh kompos dengan kualitas yang diinginkan.  
Pada proses komposting yang baik, maka temperatur 40°C  – 50 0C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari.  Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ barulah temperatur akan turun.  
Dari beberapa kali proses pembuatan kompos dengan sistim Windrow, dengan memakai campuran bahan baku kompos terdiri dari kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing, dedak dan jerami,  perubahan temperatur mencapai 40°C – 50 °C dapat dicapai dalam waktu 3 (tiga) hari.  Oleh karena itu pembalikan kompos dilakukan pada hari ke 4 (empat). 
Setelah pembalikan pertama temperatur akan turun, lalu naik lagi sampai mencapai 55°C – 60°C pada hari ke 6. Oleh karena itu dilakukan lagi pembalikan ke dua pada hari ke 6 (enam) atau 3 hari setelah pembalikan pertama, setelah pembalikkan temperatur akan turun dan naik lagi sampai 55°C – 60°C pada hari ke 9 (sembilan).  Pada hari ke 9 (sembilan) ini atau 3 hari setalah pembalikkan ke dua dilakukan lagi pembalikan ke 3 (tiga). 
Apabila komposisi campuran bahan baku tepat, temperatur akan stabil sampai hari ke 12 (dua belas) dan seterusnya, untuk kemudian turun dan stabil pada temperatur tertentu.
Pada hari ke 14 tumpukan kompos dapat mulai dibuka untuk didinginkan dan kemudian selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengepakan.
Pengamatan Kelembaban
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan campuran bahan baku kompos yang memiliki kadar uap air antara 40 – 60  persen dari beratnya.  Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali.  Pada keadaan level  kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang akan menyebabkan timbulnya bau busuk.
Ketika bahan baku kompos dipilih untuk kemudian dicampur, kadar uap air dapat diukur atau diperkirakan. Setelah proses pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi,  tetapi dapat langsung diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut.
Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, lalu kemudian muncul bau busuk, sudah dapat dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan.  Kelebihan uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi  oksigen melalui bahan-bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan  menjadi anaerobik. Pencampuran bahan baku dengan potongan 4 – 10 cm, seperti bahan jerami, potongan kayu, kertas karton, serbuk gergaji dll dapat mengurangi permasalahan ini.
Apabila melakukan pembuatan kompos dengan memakai sistim aerated static pile ataupun sistim in Vessel, berhati-hatilah dalam menambahkan udara (oksigen), jangan sampai menyebabkan kompos menjadi kering .  Indikasinya adalah perhatikan temperatur, jika temperatur menurun lebih cepat dari biasanya, maka ada kemungkinan kompos terlalu kering.
Pengamatan Odor / Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk).  Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau.  Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos.
Sebagai gambaran, jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah).  Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung  C/N tinggi, misalnya berupa:
  • Potongan jerami, atau
  • Potongan kayu, atau
  • Serbuk gergaji, atau
  • Potongan kertas koran dan atau karton dll
Jika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak mengandung air.  Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan (pada sistimwindrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static Pile atau In Vessel.

Pengamatan pH
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8.
Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong  pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8.
Jika kondisi anaerobik berkembang  selama proses  pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos  akan mengurangi  kemasaman ini.  Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas Amoniak. Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan dalam kompos untuk kemudian nanti digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
6. Ciri-Ciri Kompos Jadi 
Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilihan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, penyusunan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai dengan jadi kompos. Selanjutnya adalah pengetesan sederhana terhadap kompos. Apakah kompos yang dibuat tersebut sudah jadi dengan baik ?.  Apa saja ciri-cirinya ?

Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah:
  1. Warna; warna kompos biasanya coklat kehitaman
  2. Aroma; kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan
  3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah. 
7. Penyimpanan Kompos
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga adalah:
  1. Jaga kelembabannya jangan sampai  <  20 persen dari bobotnya
  2. Jaga jangan sampai kena sinar matahari lansung (ditutup)
  3. Jaga jangan sampai kena air / hujan secara langsung (ditutup)
  4. Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari lebih baik.
Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi. Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan.
Kemasan kompos sebaiknya bahan yang kedap adalah untuk menghindarkan kehilangan kandungan air. Kemasan yang baik membuat Kompos mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.
8. Keunggulan dan Kekurangan Kompos
Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimi (anorganik).
Kekurangan
  1. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik.
  2. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.
  3. Dalam jangka  pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik  yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan.
Keunggulan
  1. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik).
  2. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme.
  3. Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah.
  4. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah.
  5. Menjadi penyangga pH tanah.
  6. Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan.
  7. Membantu menjaga kelembaban tanah
  8. Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun
  9. Tidak merusak lingkungan. 
9. Pembuatan Kompos Yang Sederhana dan Praktis
Metoda pembuatan kompos yang akan dijabarkan disini adalah metoda pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling murah, yaitu metodaWindrow.  Metoda windrow ini dalam pelaksanaannya mengadopsi konsep yang dikembangkan oleh Departemen of Agriculture & Biological Engineering,New York State College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, Amerika Serikat, dikombinasikan dengan metoda pembuatan kompos dari Jepang (Bokashi),  dengan mempergunakan aktivator EM-4.  
Dalam pelaksanaan pembuatannya, telah dilakukan beberapa penyesuaian dan perubahan yang disesuaikan dengan keadaan setempat di beberapa lokasi pengolahan (di Indonesia).    
Penyiapan Bahan
  1. Bahan Hijauan, bahan yang berwarna hijau biasanya banyak mengandung Nitrogen (N) tinggi, diantaranya Kotoran Ternak (sapi, kerbau, ayam, kambing atau babi), daun kacang-kacangan, daun jagung, limbah pertanian segar, potongan rumput segar dan lain-lain.
  2. Bahan Coklatan, bahan yang berwarna coklat biasanya banyak mengandung Carbon (C) tinggi, diantaranya Jerami padi, serbuk gergaji,coco peat, dedak, sekam, potongan kayu, potongan kertas, dan lain-lain.
  3. Bahan lain, Limbah Rumah Tangga, Abu dapur.
Untuk bahan tertentu yang berukuran besar atau panjang seperti jerami, batang jagung, belukar, agar bahan kompos mudah terdekomposisi,  maka bahan sebaiknya harus dihaluskan dengan cara dicincang dengan ukuran 4 – 10 cm. 
Penyiapan Alat
Alat-alat yang diperlukan antara lain : 
  1. Tempat pembuatan kompos, sebaiknya ada naungan.
  2. Sekop,
  3. Cangkul garpu
  4. Gembor/embrat
  5. Drum air
  6. Ember
  7. Lembaran plastik penutup
  8. Termometer
  9. Alat timbang
Penyusunan Bahan Baku
  1. Susun kompos berdasarkan ketersediaan bahan baku. Sebaiknya bahan yang mangandung karbon tinggi terlebih dahulu disimpan paling bawah sebagai alas. Misalnya Jerami, serbuk gegaji, sekam atau coco peat.
  2. Selanjutnya di atas bahan tadi susun kotoran ternak seperti kotoran sapi, kambing, ayam
Susunan bahan baku yang biasa dilakukan adalah:
  • Jerami (paling bawah)
  • Kotoran Sapi
  • Serbuk gergaji
  • Kotoran Kambing
  • Kotoran ayam,  dll
Proses penyusunan bahan kompos ini dapat dilakukan sampai ketinggian 1 m.
Mencampur Kompos
Setelah bahan disusun lengkap, kemudian setahap demi setahap bahan dicampur sampai rata, sambil dilhat kelembabannya, apabila kurang lembab, tambahkan air, sambil ditambahkan bahan aktivator atau fermentor.   
Setelah bahan dicampur rata dengan kelembaban yang cukup dan lengkap dengan penambahan fermentornya, lalu ditumpuk kembali seperti semula, sampai ketinggian 1 m, membentuk bedengan memanjang.  Lebar antara 2 s/d 5 m dan panjang bisa sampai 50 m. Tumpukan kompos kemudian ditutup terpal plastik, supaya jangan kena sinar matahari langsung atau kehujanan. Pada waktu menutup perhatikan supaya tetap ada jalan untuk sirkulasi udara.
Mengukur Temperatur 
Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari pada beberapa titik kemudian dicatat.  Hasil pemetaan pengukuran dapat memberikan indikasi tentang proses pembuatan kompos, apakah pencampuran sudah baik dan benar, apakah komposisi seimbang, apakah kelembaban memadai dan seterusnya.

Setelah secara berkala dilakukan pengukuran, hasil pengukuran dapat dicatatkan pada tabel dibawah ini untuk memudahkan analisa dan pengembangan lebih lanjut.




Membalik Kompos
Pada hari ke 4 komposting, saat pembalikan kompos yang pertama, perhatikan pada titik titik no 2, 7, 8, 9, 14, amati kelembabannya, campuran bahan dan siklus oksigennya. Apabila kurang lembab, atau campuran kurang rata, atau siklus oksigen tidak lancar, maka pada saat membalik harus sambil dilakukan pencampuran ulang dengan kompos dari tempat yang mempunyai temperatur tinggi, yang kelembaban atau campuran atau siklus oksigennya baik.
Lakukan pengamatan temperatur pada hari berikutnya, petakan, kemudian amati. Apabila masih ada yang kurang rata, lakukan seperti tindakan di atas. Apabila tindakan dilakukan dengan benar, maka pada pembalikan berikutnya perbedaan temperatur sangat kecil dan relatif rata.
Pembalikan kompos selain dengan mempergunakan peta temperatur, juga harus dilakukan dengan cara : 
  1. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan di atas ke bawah
  2. Membalik, mencampur dan minyimpan tumpukan tengah ke luar, kiri kanan
  3. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan samping, kiri dan kanan ke tengah
  4. Membalik, mencampur dan menyusun tumpukan tengah bawah ke atas
Apabila proses pembalikkan kompos sudah 4 kali, amati perubahan warna, aroma dan temperatur.
Apabila warnanya sudah berubah menjadi coklat kehitaman, kemudian aroma kompos menyerupai aroma tanah, maka proses komposting sudah selesai. Tinggal menunggu penurunan temperatur.
Penyaringan 
Setelah proses pengomposan selesai, kemdian dilakukan stabilisasi temperatur, maka tahap berikutnya adalah dilakukan penyringan untuk memperoleh ukuran yng seragam dan penampilannya menjadi lebih baik.  Disamping itu apabila telah diayak, maka pada waktu penerapan di lapangan akan jauh lebih mudah.
10. Aktivator Kompos
Dalam proses pembuatan kompos ada yang mempergunakan bahan aktivator untuk mempercepat proses komposting, Beberapa bahan aktivator yang dikenal dan beredar di pasaran (Bandung, 2005) antara lain:
  • OrgaDec
  • Stardec
  • EM-4
  • Harmony
  • Fix-up plus, dan lain-lain
Proses pembuatan kompos yang dilakukan mempergunakan larutan effective microorganisme 4 yang disingkat EM-4.  EM-4  pertama kali ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus. Jepang. 
Dalam EM 4 ini terdapat sekitar 80 genus microorganisme fermentor. Microorganisme ini dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Secara global terdapat 5 golongan yang pokok yaitu:  
  1. Bakteri fotosintetik
  2. Lactobacillus sp
  3. Streptomycetes sp
  4. Ragi (yeast)
  5. Actinomycetes
Bakteri fotosintetik 
Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.  Hasil metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
Lactobacillus sp.
Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguaraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi.  Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.
Streptomycetes sp.
Streptomycetes sp. mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi.  Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi  berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar.  Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bacteri asam laktat. 
Actinomycetes
Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esential untuk pertumbuhannya. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.

Pembuatan Aktivator Kompos
Bahan baku
  1. Induk EM-4 1 liter
  2. Air Kelapa   1 liter
  3. Molase atau air gula 1 liter
  4. Ditambahkan air 7 liter
Cara Pembuatan
  1. Campurkan ke empat bahan
  2. Masukkan dalam tempat tertutup seperti botol air mineral, jerigen atau drum
  3. Diamkan sampai keluar gas
  4. Setiap hari gas yang dihasilkan dibuang
  5. Setelah 14 hari bahan siap dipakai.
Cara Pemakaian
  1. Aktivator yang telah dibuat dengan cara diatas ditambah 10 liter air kelapa
  2. Ditambah 10 liter air gula/molase
  3. Ditambah 70 liter air
  4. Diamkan selama 1 hari 1 malam
  5. Campurkan ke kompos yang akan dibuat
  6. Larutan 100 liter EM-4 dapat dipakai untuk campuran 2.000 kg bahan baku kompos.
11.  Contoh Jadwal Kegiatan Pembuatan Kompos


Klik gambar untuk memperbesar


12. Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.  
Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik. 
Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal.  Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan  1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal),  tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya. 
Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.
Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.
Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:
    Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2  
C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta
20 cm: kedalaman lapisan olah tanah
10.000 m2: Luas areal

Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:
Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah  =  2.56 x 1,724 x 20 x 10.000  =  8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan  bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:
Kandungan Organik
(% Berat Tanah)
Metoda Welkley - Black

Tingkat
Setara Dengan
Ton / ha
> 20
Sangat Tinggi
> 68.9
10 – 20
Tinggi
34.48 – 68.9
4 – 10
Sedang
13.79 – 34.48
2 -   4
Rendah
4.34 – 13.79
< 2
Sangat Rendah
< 4.34
Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984
Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah.  Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan  analisa  laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha,  maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.
Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman.  Keadaan ini baru akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar =  (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha.
- SELESAI -

sumber : http://manglayang.blogsome.com

0 comments:

Post a Comment

Total Pageviews

 

Hobi Bercocok Tanam. Copyright © 2010 All Right Reserved.

Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com